Tampilkan postingan dengan label my book. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label my book. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 Juni 2008

Jangan Coba-Coba Melawak


Saya sudah sekitar sepuluh tahun lebih menulis naskah komedi untuk televisi. Sudah lama ya. Seperti para resi dan empu zaman dulu, ketika merasa ilmu sudah dikuasai dengan baik dan sudah berpengalaman maka harus bersiap-siap menyebarkan ilmu. Maaf, kalau saya terkesan agak sombong.

Nah, karena berpinsip yang sama dengan para empu, saya merasa kini sudah saatnya menulis buku perihal komedi. Semua yang namanya komedi mulai dari lawak hingga sinetron pernah saya tulis. Lika-liku menulis komedi pernah saya alami.

Kini saya ingin menyoroti dunia lawak kita. Saya sering melihat, para peserta lomba lawak yang begitu semangat ketika akan lomba. Swear, saya gembira melihatnya. Sejatinya, semangat dan keyakinan adalah permulaan untuk kemenangan. Tapi, apa boleh buat, yang saya lihat kemudian sang peserta itu kemudian tertunduk lesu bahkan menangis ketika usai beraksi di depan juri. Apa pasal? Ternyata lawakannya tidak “dibeli” para juri dan audiens yang melihat.

Di sini memang ada kesalahan. Semangat yang begitu besar ternyata tidak dibarengi oleh pengetahuan bagaimana melawak itu sebenarnya. Bermodal pengalaman mengkreatifi sebuah grup lawak dan menulisi naskah para pelawak, saya ingin memberikan beberapa trik dan tip melawak dalam buku yang sedang saya tulis. Mulai dari persiapan, cara membuat joke dan naskah hingga pemampilan di panggung.

Untuk sementara buku saya ini berjudul: Jangan Coba-Coba Melawak. Pasalnya, kebanyakan kita yang sudah bisa melucu di depan teman-temannya merasa sudah bisa melawak. Memang, sebab melucu itu gampang, melawak belum tentu! Tunggu ya bukunya!

Jumat, 14 Maret 2008

Inilah Buku Saya






ISBN 978-979-29-0131-3
4x21cm, 222 halaman
Cetakan pertama, 2008
Harga: Rp 29.900

Melalui buku ini sejatinya saya ingin mengajak pembaca mengenal. Bagaimana sesungguhnya bahasa Indonesia jurnalistik itu. Soalnya, banyak di antara kita melihat Bahasa Indonesia jurnalistik dengan sinis. Bahkan, bahasa Indonesia jurnalistik acap disinisi sebagai perusak bahasa Indonesia. Padahal, tidak demikian adanya. Bahasa jurnalistik berusaha selalu patuh terhadap kaidah bahasa Indonesia. Hanya saja, bahasa Indonesia jurnalistik memang memiliki kekhasan karena digunakan sebagai media penyampai informasi.

Kendati begitu, bahasa jurnalistik banyak menyumbang kata dalam kosa bahasa Indonesia. Sebutlah kata Anda, heboh, santai, sadis, dan nyaris adalah sedikit contoh dari begitu banyak kata yang dilempar kaum jurnalis ke dalam bahasa Indonesia. Bukan hanya itu, bahasa jurnalistik pun banyak menyumbang ragam kalimat dalam bahasa Indonesia.

Kebutuhan memberi informasi yang padat, singkat, jelas, dan menariklah yang membuat bahasa jurnalistik menjadi sedikit berbeda dengan bahasa Indonesia baku. Namun, apakah yang membuat sebuah tulisan di media massa menarik? Judul tulisan. Benar, judul-judul dalam media cetak begitu menarik. Jangan heran. Bab II buku ini akan memberikan panduan jitu membuat judul yang menggigit seperti itu. Baik itu judul untuk tabloid atau judul surat kabar.

Keinginan agar pembaca dapat membaca dengan nyaman. Media massa melakukan beberapa koreksi terhadap ejaan. Misalnya penggunaan titik untuk singkatan nama dalam tubuh tulisan sering diabaikan karena titik membuat pembaca tidak lancar menelusuri kalimat demi kalimat. Bukan cuma itu, media massa pun memberi beberapa tambahan dalam penggunaan tanda baca. Dengan begitu, ejaan kita menjadi lebih kaya.

Berbagai pernak-pernik dalam media cetak juga dibahas secara mendalam dalam Bab II. Kita dapat belajar bagaimana menuliskan gelar akademik, nama generik, dan nama geografis. Ini merupakan solusi dari kebingungan kita, mana yang benar Tanah Abang atau Tanahabang, gudeg Jogja atau gudeg jogja. Bahkan, media cetak kita pun menuliskan dengan tidak seragam.

Kejelasan informasi yang disampai adalah wajib bagi media massa. Adakah kata-kata yang dapat memperjelas informasi? Ada. Mari kita buka Bab III. Dalam bab ini kita akan melihat bagaimana perilaku kata sehingga dapat memperjelas informasi. Di samping itu pun penggunaan potensi bahasa daerah dan bahasa gaul dapat lebih membuat kalimat kita tepat sasaran.

Akhirnya pada bagian terakhir kita akan menelisik bagaimana sebuah kalimat itu menjadi informatif. Ternyata, kalimat informatif adalah kalimat yang bersubyek. Selain itu, penggunaan kekayaan budaya bahasa kita pun, seperti idiom dan peribahasa dapat lebih menajamkan informasi yang kita sampaikan. Selain itu, tentu saja kalimat kita menjadi lebih enak dibaca. Untuk membuat kalimat lebih ringkas, di antaranya kita bisa melakukan penghematan melalui ejaan dan kata kerja. Bagaimana caranya? Kita akan mendapatkan langkah-langkahnya dalam bab terakhir ini. 

Buku Saya Diterbitkan


Di awal Februari ini ada yang menggembirakan. Buku saya yang berjudul Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik diterbitkan oleh Penerbit Andi, Yogyakarta. Ya, akhirnya buku ini diterbitkan setelah lama tersimpan di laci.

Proses pengerjaan buku ini terbilang lama. Sejak 1999 hingga 2003. Maklum saja, pengerjaannya tidak disiplin alias kalau sempat baru ditulis. Kalau mau dirunut lebih jauh lagi, buku itu sejatinya mulai ditulis jauh sebelum 1999. Awalnya merupakan catatan saya terhadap pekerjaan yang saya tekuni sejak 1990, yaitu sebagai penyunting bahasa.

Perubahan wujud menjadi buku makin kuat ketika pada 1998-1999 saya sempat kuliah pada program magister (S-2) linguistik di Universitas Indonesia. Dari perkuliahan ini saya mendapat teori-teori linguistik terbaru. Teori-teori ini merupakan pencerahan bagi saya. Saya menjadi makin kritis melihat perkembangan bahasa media massa. Makanya perlahan tapi pasti catatan itu pun berubah menjadi buku.

Sesungguhnya buku ini pernah ditawarkan kepada sebuah penerbit di Yogyakarta juga setahun setelah selesai saya tulis. Tapi, oleh penerbit ini naskah buku saya dikembalikan untuk diperbaiki. Katanya, segmen pasarnya mesti diperluas hingga anak SMP. Wah, itu berarti saya harus mengubah seluruh struktur penulisan dalam naskah tersebut. Capek deh! Apalagi ketika itu saya sedang banyak-banyaknya pekerjaan. Saya sedang membantu sebuah majalah kelautan baru bernama Layar, sebagai konsultan penulisan dan penyuntingan. Majalah ini ingin gaya penulisannya lebih populer. Sudah begitu, saya masih pula harus menulis untuk Ngelenong Nyok! dan Komedi Betawi di TransTV.

Akhirnya, sang naskah buku pun tergeletak begitu saja di dalam laci. Hingga pada 2007 saya mencoba menawarkan kepada Penerbit Andi. Penerbit asli Yogyakarta ini pun menyetujui untuk menerbitkan buku tersebut. Ya, sudah buku saya tersebut diterbitkan dan muncul pada awal 2008 ini.