Tampilkan postingan dengan label kreatif tv. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kreatif tv. Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 Agustus 2010

Opera Anak: Betapa Susahnya Meng-creat Anak-Anak



Ketika diminta menjadi kreatif dan penulis skrip untuk Opera Anak Endong di Trans7, saya dan teman-teman sudah membayangkan, akan banyak kesulitan yang akan dihadapi.

Pasalnya, kami harus menyuguhkan acara komedi anak. Kami harus membuat anak-anak bisa melucu sepanjang acara itu. Kami sudah membayangkan, akan sangat sulit meminta anak-anak untuk mematuhi permintaan skrip. Tapi, satu hal yang pasti, kami sangat menyadari satu sifat dasar anak-anak, yaitu bermain.

Dengan berpatokan pada karakter dasar anak-anak yang senang bermain, kami mengatur strategi menghadapi anak-anak agar bisa mencapai sesuai dengan permintaan skrip. Mereka mematuhi apa yang tertulis di skrip dengan senang hati, tanpa merasa terpaksa atau terbebani. Akhirnya kami memutuskan untuk bermain bersama anak-anak ini sepanjang latihan blocking dan reading.

Kami bermain bersama anak-anak itu sepanjang latihan sebelum syuting. Kami perlu mengakrab diri dengan anak-anak, karena dengan begitu emosi kami akan menyatu. Sebab, menurut hasil diskusi kami, anak-anak cenderung menarik diri terhadap orang asing atau orang-orang yang tidak begitu dikenalnya. Jadi, kami tidak mungkin bisa meminta anak-anak melakonkan suatu peran atau meminta anak berakting sesuai dengan karakternya kalau tidak dekat secara emosional dengan anak-anak ini.


Tapi, satu persoalan lagi menghinggapi kami. Ternyata kemampuan anak-anak yang mendukung Opera Anak berbeda-beda. Ada yang sudah mahir memahami skrip, tapi ada yang tidak terlalu paham dan masih bingung bahkan cara membaca dialognya belum baik. Sudah begitu usianya tidak seragam. Ada yang masih belum sekolah, ada yang masih TK, ada yang SD, tapi juga ada yang SMP.

Untunglah masih ada yang bisa menjadi andalan dari kelompok anak-anak ini, sehingga dia bisa menjadi leader untuk merajut benang merah cerita. Selain itu, untuk anak-anak yang balita benar-benar, sekitar 3-4 tahun, kami menyiasati dengan memberi dialog pendek dan berulang-ulang dalam skrip. Misalnya, “Aku centeng, aku galak”. Dialog ini yang selalu diucapkan di setiap kemunculannya.

O, iya Opera Anak menggunakan skrip penuh, bukan treatment. Jadi, kelucuan yang timbul memang tertulis lengkap dengan dialognya, meskipun masih terbuka peluang improvisasi—seperti karena lupa skrip, bingung, atau kesal. Yang pasti, kami memang meng-creat semua anak-anak seperti sedang bermain, sehingga bila lupa atau kesal mereka masih bisa melanjutkan cerita.

Sebenarnya masih banyak yang harus diungkapkan, tapi harus syuting lagi nih. Opera anak! Endoooo....ng!

Rabu, 19 Maret 2008

Pelatih Lawak




Pelatih lawak, julukan ini sempat melekati kami bertiga: saya, Indro, dan Bayu. Ya, karena kami bertiga yang rajin mencarikan joke dan melatih bagaimana mereka mengucapkan dan melontarkan agar bisa mengundang tawa. Kami bertiga ketika itu bekerja tanpa pamrih.

Ketika RCTI mengadakan lomba Humor ala Mahasiswa tahun 1997 Kami mengirim tiga tim. Tim pria adalah grup Kelakar dan Cagur. Adapun kelompok lawak wanita adalah Gandess. Yang pertama, Kelakar sesungguhnya kelompok lawak senior kami. Kemudian Cagur yang lebih junior. Gandess adalah kelompok lawak wanita. Waktu itu saya dan teman-teman yang berinisiatif membentuk kelompok lawak wanita. Pasalnya, kelompok lawak lebih banyak didominasi kelompok lawak pria.

Kami berlatih sore hingga malam hari. Latihan sesungguhnya lebih menekankan bagaimana sebuah joke bisa dimainkan dengan apik dengan mempertimbangkan timing. Nah, pada kelompok wanita, kami memberikan perhatian ekstra. Mulai dari cara mengucapkan joke hingga gestur ataupun gerakan tubuh kami latih secara selangkah demi selangkah.

Hasilnya, Cagur yang memang sudah bisa membuat joke sendiri menyabet juara dua, Gandess mendapat juara harapan dua. Adapun Kelakar tidak mendapat nomor kendati termasuk finalis.

Cagur—beranggotakan Denny, Narji, dan Sapto, yang dalam perjalanan Sapto diganti Bedu, dan Bedu lalu diganti Wendy—kemudian rajin berpentas di mana-mana dibayar ataupun hanya menerima ucapan terimakasih. Akhirnya Cagur memetik buah di TPI.

Gandess, yang anggotanya Wiwi, Hesti, dan Putri, akhirnya bubar karena kesibukan kuliah personelnya. Kendati pernah berusaha bangkit, tapi tidak pernah terlaksana karena sukar mengatur waktunya—sudah bekerja semua. Sayang sekali ya. Adapun Kelakar, personelnya kini lebih banyak bergiat sebagai kreatif berbagai program di berbagai stasiun teve.

Menjadi Kreatif Cagur



Kekecewaan Lenong Alternatif distop begitu saja sesungguhnya amat menurunkan mental kami—kelompok Lenong Alternatif. Apalagi kemudian ada rumor, setahun setelah itu sesungguhnya Lenong alternatif akan ditayangkan kembali, tapi terjegal karena jam tayangnya akan dipakai oleh teman-teman saya dalam kelompok Cagur. Memang setelah itu ada program Chating—Canda itu Penting—di TPI.

Kendati hanya rumor, saya sempat agak kecewa, tapi saya malas untuk mencari tahu kebenarannya. Semoga saja itu tidak benar adanya. Sejatinya anak-anak kelompok Cagur ini adalah mitra belajar saya. Mereka belajar melucu melalui Lenong Alternatif yang naskahnya saya tulis, kendati saya bisa bilang mereka memang punya kemampuan melucu juga. Ya, beberapa leluconnnya bisa menjadi batu loncatan untuk membuat joke berikutnya. Ketika mereka mengikuti lomba Humor ala Mahasiswa di RCTI tahun 1997 sehingga keluar sebagai juara kedua, pun saya dan dua teman lainnya—Indro dan Bayu—yang mengkreatifi. Ketika ikut lomba formasi Cagur adalah Narji, Denny, dan Sapto.


Menjadi kreatif lawak

Ya, sudahlah. Bagi saya Lenong Alternatif adalah sejarah dan sebuah workshop bagi keterlibatan saya di dunia televisi. Dua tahun setelah Chating tayang, anak-anak Cagur ini menawari saya untuk ikut terlibat sebagai tim kreatif/penulis naskah lawak mereka. Lama saya tidak menyanggupi. Pasalnya, perbedaan media ucap  menghambat saya untuk bisa berekspresi menulis sebuah treatment.

Saya ketika itu terbiasa menulis naskah panggung yang setnya bisa semau-maunya. Padahal, dalam lawak setnya hanya satu untuk dipakai berbagai adegan. Selain itu, saya juga tidak yakin bisa membuat adegan lucu dalam sebuah treatment. Pasalnya, saya biasa menguraikan naskah lengkap dengan dialog dan deskripsi aksi si pelakon.

Akhirnya saya bisa mengatasi semua persoalan, mulailah saya menjadi penulis treatment komedi. Saya menulis pertama-tama bukan untuk program Chating-nya Cagur tapi untuk Asep Show di TPI pada tahun 2000. Saya menulis bersama Bambang Seno, Mas Darminto, dan Dikcy Chandra. Sejak saat itu saya tergabung dalam tim kreatif Cagur bersama Bambang Seno dan Rudy Sipit. Setahun kemudian, dua teman karib saya Bayu dan Indro juga ikut bergabung.
Namun, akhirnya saya, Indro, Bayu, dan Rudy Sipit—yang lebih banyak berperan sebagai pengatur laku—yang bertahan terus mengkreatifi Cagur. Adapun Bambang Seno lebih banyak nongkrong di TPI, apalagi ketika progam API diluncurkan.


Keluar biar lebih berkembang

Setelah lima tahun kami mulai dihinggapi kejenuhan. Padahal, program komedi yang kami tulisi naskahnya selama menjadi kreatif Cagur dan sekaligus menjadi kreatif PH-nya cukup banyak. Mulai dari Asep show, Chating, Mat Dongeng, Komedi Putarr, Show Time, Ngabuburit Kocag, Ketawa Sebelum Buka, dan Buka Pake Ketawa, dan sebagainya.

Kejenuhan itu memuncak, kendati didahului dengan perselisihan kecil, saya ingin mencari pengalaman baru. Akhirnya pada tahun 2005 saya, Indro, dan Bayu resmi mundur sebagai tim kreatif Cagur. Saya akhirnya menulis untuk Ngelenong Nyok di Trans TV, Bayu ikut bergabung dengan PH yang didirikan Komeng bersama Rudy Sipit. Adapun Indro asyik menekuni hobi melukisnya dan berkebun.

Kendati begitu, saya masih membantu menulis untuk PH yang menaungi Cagur jika diminta. Biar bagaimanapun, kami pernah sebagai satu keluarga yang menjalani susah dan senang bersama-sama.

Awal Perkenalan dengan Televisi


Tidak terasa, sudah sepuluh tahun lebih saya menulis untuk televisi. Sebuah perjalanan panjang. Meskipun secara materi tidak menghasilkan sesuatu yang membuat orang berdecak, secara batiniah saya merasa kaya—kendati masih merasa belum menghasilkan apa-apa.

Perjalanan ke televisi diawali perkenalan saya dan teman-teman di Unit Kesenian Mahasiswa IKIP Jakarta—sekarang Universitas Negeri Jakarta—dengan Pak Tridoso. Beliau yang membawa kami untuk berkenalan dengan Harris Cinamon, waktu produser di TPI.

Pak Tri tertarik terhadap kelompok kami, yaitu kelompok Lenong Alternatif, karena kami memiliki tim yang lengkap. Ada penulis, ada pemusik, ada pemain, ada sutradara. Yang paling penting, biarpun cerita yang kami mainkan adalah cerita tradisional—legenda atau dongeng—tapi cerita itu telah saya beri sentuhan baru yang agak nyeleneh.

Misalnya, bila pada cerita Jaka Tarub, si Jaka Tarub pasrah ketak Nawangwulan terbang ke bulan. Maka, pada cerita yang saya buat, Jaka Tarub nekad nyusul ke bulan. Waktu itu saya juga membuatkan lagu tema untuk Jaka Tarub yang syairnya:

Ceritanya Jaka Tarub Nawangwulan
Madu cinta, cinta sejati
Tapi, sayang sayang seribu sayang
Dewa-dewa kagak terima

Biar air mata darah dikeluarin
Dewa-dewa kagak punya ati
Nawangwulan yang cantik dipanggil pulang
Jaka Tarub nyusul ke bulan

Para punggawa Lenong Alternatif masa itu—sekitar 1996 pasti masih ingat. Oya, lenong kami adalah lenong bernaskah, artinya naskah yang kami mainkan adalah naskah lengkap dengan dialognya, bukan hanya treatmen atau sinopsis.
Waktu itu, untuk memainkan lakon lenong di TPI kami berlatih sepeti akan berpentas teater. Kami berlatih dari sore hari hingga larut malam. Wah, benar-benar pejuang, kami waktu itu.

Harris Cinamon dan Pak Tri lalu membawa kami ke TPI. Kami sempat syuting Lenong Alternatif sebanyak 13 epsiode. Syuting pertama, saya ingat benar, terjadi pada bulan puasa tahun 1995. Syutingnya sangat lambat, dimulai sejak bakda magrib baru selesai menjelang Subuh. Capek sekali euy.

Kami lama menunggu, kok, lenong kami tidak pernah ditayangkan oleh TPI. Tunggu punya tunggu, baru tahun 1996, sehari sehabis Lebaran, Lenong Alternatif tayang di TPI. Kami semua gembira. Sayangnya, lenong kami hanya sempat ditayangkan dua episode. Sisanya tidak jelas. Konon, tayangan kami dihentikan karena sarat dengan kritik yang pedas terhadap pemerintahan Soeharto. Tahu sendiri ketika itu TPI milik siapa.